Cemburu
Langkah kaki Haidar bawa masuk dirinya ke sebuah cafe yang bisa Haidar lihat isinya lebih banyak didominasi oleh anak-anak muda seperti dirinya.
Berhenti sebentar.
Kaki Haidar berhenti melangkah, sebab matanya tangkap dua muda-mudi dalam satu meja. Keduanya duduk bersebelahan, menatap layar laptop sambil sesekali tersenyum akibat lelucon yang mungkin turut hadir di tengah-tengah keduanya.
Orang lain yang melihatnya, mungkin akan bilang kalau keduanya layaknya pasangan anak remaja yang baru saja memadu kasih. Sedang Haidar, rasakan sedikit nyeri hati.
“Woy Bar, di sini lo.” Haidar tentu berpura-pura tak sengaja bertemu keduanya.
Bara putar malas bola matanya, melihat Haidar yang sudah tiba-tiba ada di hadapannya. Bara ini sadar, Haidarnya sedang cemburu. Tapi bukankah semestinya dia tidak bertingkah seperti ini.
“Dis. lagi nugas lo pada?” giliran Disya yang Haidar kasih tatapan matanya.
“Iya dar, lo sendirian aja?”
“Iya nih, gue gabung boleh kali.”
“Boleh lah, duduk aja situ. Kita tadi udah pesen makan, lo pesen aja dulu.”
Senyum miring Haidar berikan buat Bara yang kesal pandangi dirinya.
Bara dan Disya seolah sibuk dan tak memperdulikan Haidar yang ada di depan mereka.
Intensitas obrolan mereka juga terlihat intim, seolah Haidar tak boleh dengar satu kalimat pun apalagi ikut campur.
Kesal.
Haidar kesal dengan Bara yang tak paham dengan apa maunya, malah semakin terlihat akrab saja dengan Disya.
“Ekhem, ekhem. Lo berdua sering ya ngerjain tugas di sini?”
“Lumayan gak sih Bar, akhir-akhir ini soalnya gue sama Bara satu kelompok terus. Enak gitu suasananya.” Disya yang jawab pertanyaan basa-basi Haidar.
Haidar terus memecah keseriusan antara Bara dan Disya dengan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh.
Bara hanya berdecak kesal. Apa sih maunya Haidar, kalau dianya tanya terus kapan ini selesainya, pikir Bara.
“Eh makanan gue dah dateng duluan, ini tuh enak banget. Dari kemarin kehabisan mulu, nih cobain Bar.” Disya bawa satu sendok berisi cake yang katanya kesukaanya, supaya Bara bisa cicipi bagaimana rasanya.
sendoknya sudah di depan mulut, tapi Bara lirik Haidar yang ternyata beri dia tatapan jengah. Tapi apa boleh buat, gak enak juga kalo harus ditolak.
“Aduh jadi belepotan Bar, sorry.” Tangan Disya yang tanggap, ambil tisu buat lap bibir Bara yang sedikit belepotan. Tapi ditangkis duluan tangannya sama Bara, keduanya malah liat-liatan gak tau kalau ada orang yang lagi tahan buat gak balikin meja di depannya.
Haidar rasakan amarah menguasai dirinya, kalau bisa sudah dia tarik Baranya untuk pulang. Kekesalannya meningkat saat Bara malah meladeni Disya dengan entengnya, padahal ada Haidar di depannya. Gak mikir apa!.
“Gue ke depan dulu deh, mau ngerokok.” Haidar pergi, Bara yang sadar sebenarnya tak enak hati. Tapi kalau Bara susul Haidar yang lagi emosi begini, sama aja gak bakalan reda.
Menghabiskan satu batang rokok, Haidar akhirnya pilih buat meninggalkan cafe saja. Percuma juga Baranya masih sibuk dengan orang lain, dan tak menggubrisnya.
Haidar tau betul bahwa si manis miliknya sedang jadi objek sukanya Disya, teman satu kelasnya. Yang tentu saja tak tahu terkait hubungannya dengan Bara. Haidar cuma mau bahwa miliknya jangan sampai pindah hati, sebab susah payah dia dapatnya.
Juga beri Bara peringatan, bahwa Haidarnya sedang cemburu, jadi tolong kalau bisa jauh-jauh. Disya ini berpotensi ambil posisinya.