craving you


Cw : mature content 🔞

Setelah mengirim pesan kepada Aca, Marel langsung ijin keluar dari ruang rapat bersama anggota BEM itu, tentunya dengan alasan yang sudah dipersiapkan.

Marel tak ingin sahabatnya itu menunggu terlalu lama, karena itu akan merusak mood nya dan berujung akan mendiamkannya. Kalau sudah begitu, akan sulit untuk membujuknya.

Sudah dua minggu sejak kejadian acara dating yang diisi dengan menonton, lalu keduanya malah lepas kontrol. Kegiatan yang seharusnya tidak dilakukan, ketika ikatan diantara keduanya hanya sebagai sahabat.

Tapi semenjak itu pula, keduanya tidak ada yang berani membahas akan hal itu. Baik Marel maupun Aca keduanya seolah saling menghindari pembahasan tersebut.

Dua minggu sudah, meskipun begitu kedua nya masih bersikap seperti biasa. Keduanya masih dekat tanpa rasa canggung. Seolah kegiatan panas sebelumnya hanya angin lalu.

Marel berdecak kala tempat martabak yang diinginkan Aca lumayan ramai pengunjung, terpaksa dirinya harus mengantri dengan sabar.

Setelah setengah jam lebih, akhirnya keluar dari kerumunan antrian, lantas membuat Marel membuang nafas lega. langsung ia bawa mobilnya melaju kencang agar segera sampai apartemen sahabatnya itu.

Aca sebenarnya tidak terlalu perduli dengan martabak yang akan dibawa Marel untuknya, ia hanya sedang ingin bertemu dengannya. Martabak hanya sebagai alasan saja.

Entah kenapa Aca benar-benar dibuat bingung hari ini, dirinya seakan dibuat gila karena seharian terus memikirkan Marel.

Aca yang terus mengganti channel TV nya merasa semakin bosan menunggu Marel. Tapi setelah itu pintu apartemennya terbuka, ia pura-pura tidak peduli.

Marel segera duduk di sebelah Aca, dan meletakkan martabak pesanan Aca pada nakas di depannya.

“Sorry lama, antri banget” Marel berkata sambil mengusak pelan puncak kepala Aca. Itu yang Aca rindu.

Dibukanya bungkusan martabak, lalu di masukkan ke dalam mulut. Aca seolah begitu menikmati martabaknya.

“Ca ambilin gue minum dong, capek banget gue ngantri.”

“Ambil sendiri kenapa sih, lo gak liat gue lagi makan.”

“Yaelah Ca, bentar doang.” Aca seakan tidak peduli ocehan Marel, ia terus melahap martabaknya.

Marel yang geram melihatnya, lantas mengambil bantal di pangkuan Aca dan melemparnya. Marel memaksa Aca untuk segera berdiri.

Aca berdecak kesal, Marel layaknya bayi yang merengek minta di beri susu. Akhir nya Aca berdiri dan berjalan menuju lemari es nya.

“Gitu kek dari tadi.” Marel tersenyum senang.

Tapi saat Aca berjalan di depannya menuju lemari es, ada sesuatu yang Marel sadari. Ia susul sahabatnya itu yang sudah berdiri membuka pintu kulkas.

Aca sedikit kaget kala merasakan ada tangan yang melingkari pinggangnya dari belakang, kepala di bahunya serta wajah yang menempel pada ceruk lehernya. Aca bisa merasakan hembusan nafas menyapu lehernya.

“Ca, lo sengaja mancing gue ya?” Aca tersenyum tipis yang tak bisa Marel lihat. “Lo lagi pengen hmm?” nafas Marel di lehernya semakin membuatnya meremang.

Aca buang jauh-jauh gengsi dan egonya. Ia balikkan badannya menghadap Marel, lalu tersenyum miring.

Memang. Aca memang sengaja, di balik kaos oversize nya Aca sama sekali tak mengenakan apapun. Ia sengaja, karena sudah hampir gila dibuat sangat menginginkan Marel.

Sentuhan Marel dua minggu lalu ternyata memberinya candu, hingga ia dibuat merindu.

“Anjing, lo beneran sengaja” Marel benar-benar dibuat heran dengan sahabatnya ini yang terang-terangan menggodanya.

“I miss you so bad Marel” Bisikan lembut di telinga Marel membuat kakinya lemas. Namun tetap berdiri tegak di depan Aca.

Marel pandangi lamat-lamat garis wajah sahabatnya yang kelewat indah, diusapnya lembut wajah itu, disingkirkannya beberapa anak rambut yang mengganggu pandangannya, ia selipkan di balik telinga Aca.

Bibir merah nan kenyal diusap Marel dengan ibu jarinya, lalu ia dekatkan wajahnya untuk bisa menggapai bibir itu.

“Nih minumnya, minum dulu” Aca tempelkan satu kaleng minuman soda pada mulut Marel yang hampir menyapa bibir ranumnya. Marel dibuat berdecak kesal, Aca tersenyum senang menggodanya.

Aca tutup pintu lemari es yang sedari tadi masih terbuka, dan memberikan sensasi dingin pada tubuh belakangnya.

Kedua tangan Aca kalungkan pada leher Marel yang sedang menenggak minuman sodanya. Kaleng dibuang, lantas Marel segera menyatukan bibir ranum milik Aca dengan bibir miliknya yang sempat tertunda karena kejailan sahabatnya itu.

Marel angkat tubuh Aca untuk melingkarkan kakinya pada pinggangnya, digendongnya layaknya bayi koala untuk menuju sofa agar kegiatannya nyaman, tanpa melepaskan tautan bibirnya.

Aca berada di pangkuan Marel dan bersandar pada sandaran sofa. Bibir keduanya masih saling bertaut, tidak tergesa, saling bertukar saliva.

Didorongnya tengkuk Aca oleh Marel, untuk mempermudah memperdalam ciumannya.

Selagi mengeksplor rongga mulut sahabatnya, tangan Marel menelusup masuk ke dalam kaos kebesaran milik Aca, dan menemukan payudara sintal tanpa berbalut bra.

Diusap lembut payudara Aca secara bergantian, sesekali meremas, dan memilin puting itu hingga membuatnya semakin mengeras.

“Mpphhh……” lenguhan-lenguhan kecil berhasil keluar dari mulut Aca di sela-sela peraduan lumatan.

Aca memukul-mukul dada Marel serta mendorongnya pelan, nafasnya dirasa sudah habis. Kala pagutan dilepas Aca raup oksigen secara rakus.

Sementara Marel turun ke bawah menuju ceruk leher Aca, membenamkan wajahnya di sana, menghirup aroma sahabatnya yang menyeruak memenuhi hidungnya.

Bibirnya menjilat, menghisap hingga membuat beberapa kissmark di sana. Aca menengadah, mendesah merasakan nikmat.

Marel lepas satu-satunya kain yang membungkus tubuh sahabatnya itu.

Ditangkupnya kedua payudara Aca yang menyembul dengan kedua tangannya, di usapnya memutar, diremasnya perlahan, lalu dijilatnya bergantian.

Puting Aca yang sudah begitu mengeras dimainkan, dijilat, serta sesekali digigitnya kecil. Marel semakin agresif tatkala di tengah kegiatannya dirinya mendongak dan melihat Aca yang menengadah, desahan nikmat yang juga terus keluar dari mulutnya.

“Fuck” Ucap Marel saat dirinya sudah tidak bisa membendung nafsu birahinya, yang di bawah sudah sangat tegang dan minta di keluarkan.

“Masukin sekarang rel, gue juga udah nggak tahan”

Dilucutinya dengan sendiri pakaian Marel, dibuang sembarang, hingga tidak ada satupun helai benang yang menutupi tubuh nya.

Dibaringkannya tubuh Aca di atas sofa, di kecupnya singkat bagian-bagian tubuh sahabatnya itu dari atas hingga turun ke bagian vaginanya.

Disesap, dijilat serta di permainkan klitoris milik Aca dengan lidahnya, didorongnya lidah itu memasuki lubang hangat itu, hingga Aca mendesah keenakan.

“Ahhh…..Marel…..” Desahnya sambil meremas sofa dan rambut Marel.

Jemari Marel mulai membelai lubang vagina Aca, lalu dua jarinya melesak masuk, digerakkan dengan pelan, namun tempo gerakan terus berubah dipercepat.

“Ahhh….Nghhh…..” Marel makin dibuat buat semakin agresif dengan lolosnya desahan-desahan yang keluar dari mulut Aca semakin terdengar jelas.

Junior Marel yang sudah berdiri tegak diurut, kemudian ujungnya digesekkan pada bibir vagina sahabatnya itu, pelan-pelan Marel masukkan hingga penisnya masuk sempurna.

Sementara Aca meringis merasakan perih dan nyeri yang begitu kentara saat junior Marel memenuhi lubang vaginanya.

“Arghhh...sakit…”

“Sabar Ca,” Marel usap peluh yang membasahi kening dan pipi sahabatnya itu, lalu lumatan kembali Marel berikan pada bibir Aca. Lantas, yang di bawah sana mulai bergerak maju mundur.

Tempo yang dilakukan Marel perlahan makin dipercepat, membuat tubuh Aca menggelinjang merasakan kenikmatan, hingga desahan nikmat makin keras yang lolos dari bibirnya, beradu dengan milik Marel yang memenuhi ruangan.

“Ahhh….faster Ma...nghhh...rel—

aku mau keluar….”

Ucap Aca yang bercampur dengan desahan hebat dan menarik rambut Marel. Dirinya sudah ingin mencapai klimaksnya.

“Barengan ya Ca, arghhh…..” Marel yang juga merasakan juniornya semakin membesar dan dijepit kuat oleh vagina Aca, menambah tempo gerakannya.

Marel terus mempercepat dan beberapa kali menghentakan dengan keras dan mengenai spot sensitif milik sahabatnya.

Hentakan entah yang keberapa, akhirnya Marel dan Aca mencapai pelepasannya secara bersamaan.

“Ahhhhh….” Desahan panjang di akhir pun keluar sebagai penutup.

Cairan sperma yang hangat milik Marel memenuhi rahim milik Aca.

“Mau langsung tidur aja, atau mandi dulu Ca?”

“Tidur aja, aku capek.”

“Ya udah bentar” Marel beranjak dari sofa dan mengambil tissue di samping tv, ia bersihkan tubuh Aca dari cairan kenikmatan mereka, juga membersihkan miliknya.

Digendongnya Aca ala bridal style, dibawanya masuk ke dalam kamar dan direbahkannya di atas kasur.

Marel berbaring di sebelahnya dan meletakkan satu tangannya sebagai bantalan Aca, keduanya masih tanpa busana.

“Ca, lo gapapa gue gak pake pengaman?” Tanya Marel ragu.

“Nggak papa, gue udah minum obat, lo nggak usah khawatir Marel.” Jawabnya kelewat santai, kemudian memeluk Marel dan membenamkan wajahnya pada dada bidangnya.

Marel dibuat tidak percaya dengan ucapan sahabatnya itu, rupanya ia benar-benar menggodanya dengan penuh persiapan, senyuman manis pun terbit pada bibir Marel.