DATING WITH BESTFRIEND FOR 24 H


Mature content please be a wise, i've warned you — 🔞

“Gue belum mandi Rel, lagian ini lo gak kepagian apa?”

“Mendingan kamu sekarang mandi, habis itu sarapan, terus kita pergi.” Marel mendorong perempuan itu untuk segera masuk ke dalam kamar mandinya.

Marel menata barang yang dibawanya tadi di dalam kulkas milik Aca dengan rapi. Kemudian menyiapkan sarapan yang akan mereka santap sebelum pergi untuk rencana dating my bestfriend for 24 h nya hari ini.

Belum sempat Aca keluar dari kamar mandi, cuaca di luar sudah menunjukkan ketidak setujuaan akan kegiatan Marel dan Aca hari ini.

Marel yang sedang duduk di meja makan menunggu Aca dan memandangi langit dari jendela nampak menghembuskan nafas berat karena setelahnya yang terjadi adalah hujan turun bersamaan dengan angin yang cukup kencang.

'Kenapa pagi-pagi udah hujan begini sih', rutuk Marel dalam hati.

“Hujan ya?” Aca yang baru menyelesaikan mandinya bertanya pada Marel yang sibuk memandangi hujan.

“Iya ca, kayaknya gagal deh rencana kita hari ini.” Marel menatap Aca dengan wajahnya yang sedikit sendu. “Sarapan aja dulu deh Ca”.

Aca kemudian duduk di depan Marel, keduanya kemudian sibuk menghabiskan sarapan yang sudah disiapkan oleh Marel tadi.

“Nggak harus pergi keluar juga kali Rel”

“Maksudnya?”

“Ya kita lakuin di Apart aja, ngapain kek”

Mendengar itu suasana sendu Marel tadi terkikis hilang, kemudian sibuk mencari hal apa yang bisa mereka lakukan untuk hari ini.

Sudah satu jam lamanya mereka berdua memikirkan hal apa yang akan dilakukan. Tapi, sama sekali tidak ada terbesit satu kegiatan pun di otak Aca maupun Marel.

Mencoba mencarinya dengan bantuan pencarian di laman internet tapi berujung dengan banyak alasan sehingga tidak bisa melakukannya.

“Maraton netflix aja lah kita Rel” Aca yang sudah merasa buntu dengan otaknya berakhir memilih untuk menonton saja. Dan Marel yang merasa tidak juga punya ide akhirnya menyetujui saja. Padahal jika hanya nonton serial netflix sudah sering kali mereka berdua lakukan. Daripada hanya diam, mungkin nanti dengan menonton akan muncul ide lainnya.

“Di kamar aja ya, biar enak kalo ketiduran”

“Seenaknya kamu aja deh Ca”

Akhirnya Aca dan Marel berakhir dengan menonton film '365 Days' atas rekomendasi laman pencarian internet dengan 'film yang cocok untuk di tonton bersama dengan pacar' di kamar milik Aca, dengan Aca yang menggunakan lengan kiri Marel sebagai bantal yang begitu nyaman seperti biasanya. Hanya saja kali ini serial yang mereka tonton sepertinya menimbulkan suasana yang cukup canggung bagi keduanya.

Baru saja film berjalan sekitar sepuluh menit, adegan dewasa sudah ditampilkan dalam layar yang membuat suasana semakin tegang.

“Mau ganti aja filmnya Ca?” Marel bertanya kepada Aca karena tidak sanggup dengan ketegangan yang ada. Baru saja sepuluh menit bagaimana dengan selanjutnya, apakah Marel sanggup mengatasinya?.

“Nggak usah deh, lanjutin aja” Aca menjawab dengan pandangan yang masih terfokus pada film yang berputar di depannya.

Kemudian kegiatan menonton itu dilanjutkan dengan tanpa adanya obrolan sama sekali. Tetapi setelah itu, adegan dewasa kembali muncul di layar yang mereka tonton.

“Ca”

“Hmm?” Aca mendongak dan melihat Marel yang sedang menatap intens kepadanya.

Kedua bola mata mereka yang bertemu mengunci pandangan satu sama lain. Tangan Marel mengusap lembut pipi Aca dan perlahan mengikis jarak di antara keduanya. Hembusan nafas yang saling beradu semakin dekat hingga Marel menyatukan bibirnya dengan bibir ranum milik Aca. Marel hanya mengecupnya singkat karena sadar apa yang dilakukannya bisa saja membuat Aca akan membencinya. Ini sudah melewati batas bukan.

“Sorry Ca, kebawa sua—”

Belum selesai Marel menyelesaikan ucapannya, Aca sudah terlebih dahulu meraih tengkuk Marel dan kembali menyatukan bibir keduanya. Marel sedikit kaget dengan apa yang dilakukan Aca tapi perlahan dia menutup matanya dan menyesap benda kenyal itu dengan lembut.

Gerimis yang mengguyur kota seakan mendukung aktivitas keduanya. Marel mengubah posisinya untuk berada di atas tubuh Aca perlahan dengan pagutan yang masih menyatu, ciuman yang begitu lembut di awal kini berubah semakin menuntut. Lenguhan dan desahan yang keluar dari bibir Aca menambah nafsu Marel semakin tinggi dan tidak bisa menahannya.

Tidak munafik bahwa Marel begitu menikmati tiap inci bibir Aca yang sudah dia dambakan sejak lama.

Marel tidak peduli dengan apapun sekarang, yang dia inginkan hanya menciumi bibir milik Aca yang begitu lembut. Suasana menjadi semakin panas bagi keduanya.

Sempat terlepas karena kehabisan nafas, Marel dan Aca kembali menyesap bibir satu sama lain setelah meraup udara dengan rakus. Marel menggigit bibir bawah milik Aca dan memberikan akses untuk Marel mengabsen tiap hal di dalam mulut Aca, kemudian saling bertukar saliva.

Perlahan tangan Marel menelusup ke dalam kaos putih oversize yang digunakan Aca, Marel meraba perut milik Aca dan semakin ke atas menemukan dua gundukan payudara yang masih terbungkus rapi oleh bra berwarna merah maroon. Marel meremas dengan lembut payudara yang masih terbungkus bra itu.

“Mmpphh” Aca mengeluarkan suara lenguhan yang cukup keras saat tangan Marel kembali meremas payudaranya, pagutan keduanya juga semakin intens dan menimbulkan suara decakan yang mampu mengaburkan suara dari film yang mereka putar.

Pagutan keduanya terlepas kembali saat pasokan nafas yang keduanya miliki kembali menipis dan meraup udara begitu rakus dengan kening keduanya yang menempel dan saling menatap.

Tangan Marel bergerak untuk melepas kaos milik Aca dan bra yang masih menempel di payudara sintalnya. Aca juga membantu Marel melepaskan kaos yang dikenakannya kemudian.

Marel perlahan mengecup kening milik Aca, kemudian turun untuk mengecup kedua pipi, lalu hidung, dan kemudian turun ke bibirnya mengecup nya sebentar dan turun ke leher mengecup tiap-tiap bagian leher milik Aca dan meninggalkan beberapa tanda kepemilikan di sana.

Sementara bibirnya sibuk menyesap leher, tangan Marel tak dibiarkan untuk diam. Tangannya meremas pelan payudara Aca yang sudah tidak dilapisi bra. Memainkan gundukan itu secara bergantian.

Kini bibir Marel telah turun di hadapan payudara sintal milik Aca, Marel segera meraup dan menyesap salah satunya. Aca semakin menggelinjang merasakan kenikmatan yang diberikan oleh setiap sentuhan dari Marel. Dadanya ia busungkan tatkala Marel menyesap payudaranya begitu rakus, kepala Marel di bawanya untuk menyesapnya semakin dalam.

Lidah dan tangan Marel terus saja menggoda puting milik Aca yang sudah begitu menegang. Aca kelimpungan di buatnya. Hanya suara desahan yang mampu ia keluarkan, dan suara itulah candu baru bagi telinga Marel. Marel sangat suka mendengarnya.

Saat tangan Marel mulai bergerak ke bawah, di area yang mana Aca sudah sangat basah. Marel mengusapnya pelan dari luar celana dalam milik Aca. Tapi tangan Aca menahan pergerakan itu, dan Marel menatap lamat Aca seakan meyakinkan.

“Boleh ya Ca?”

Entah bisikan dari mana Aca mengangguk begitu saja, mendengar suara berat yang keluar dari Marel saat menanyakan itu membuat jantungnya berpacu begitu cepat. Hingga ia membiarkan tangan Marel yang sudah melucuti celana dan celana dalam yang ia kenakan. Aca kini sudah telanjang bulat.

Marel kembali menyesap bibir ranum Aca.

“Pelan-pelan kok Ca” kemudian berbisik di telinganya dan menggigit telinga itu sensual. Membuat detak jantung semakin tidak karuan.

Tangan Marel kemudian perlahan meraba liang vagina milik Aca yang sudah sangat basah. Marel menekan dan memutar klistorisnya pelan hingga membuat Aca melenguh karena sentuhan itu, dan meremas rambut milik Marel.

Satu jari kemudian Marel masukan ke dalam lubang milik Aca yang masih sempit dan kemudian ia gerakan perlahan.

“Akhh—” Marel segera menyumpal bibir Aca dengan bibirnya agar sedikit menghilangkan rasa perih yang dirasakan Aca. Kemudian menambah satu jarinya lagi untuk masuk dan di gerakannya maju mundur perlahan.

“Akhh—sakit Rel” Rintihan keluar dari mulut Aca begitu juga keringat mulai mengucur membasahi tubuhnya.

“Sabar ya, pelan-pelan kok”

Marel menggerakkan kedua jarinya dengan pelan agar Aca tidak merasa kesakitan, sambil mengusap pelan pipi lembut Aca.

“Ahhh Rel, bisa lebih cep—et lagi nggak?”

Mendengar itu Marel menambah kecepatan jari-jarinya. Sepertinya Aca sudah mulai terbiasa dan merasakan kenikmatan, hingga membuat tubuhnya melengkung dan meremas punggung Marel.

Marel yang sudah tidak bisa menahan nafsunya mengeluarkan kedua jarinya dan melucuti sendiri sisa pakaian yang masih menempel di tubuhnya.

Aca menatap intens ke arah Marel yang sudah sepenuhnya telanjang juga, Aca tahu apa yang akan Marel lakukan selanjutnya. Tapi Aca merasa tidak yakin saat melihat penis milik Marel yang panjang dan besar di hadapannya sehingga tatapannya mengatakan 'tidak' kepada Marel.

Dengan gerakan pelan Marel kembali merangkak ke atas kasur Aca dan kembali mengungkung tubuh Aca, kemudian memberikan kecupan-kecupan singkat di seluruh tubuh bagian atasnya. Kemudian menatap kembali lamat Aca untuk meminta persetujuan.

“Ca, aku janji pelan-pelan” Marel membisikkan kalimat itu di telinga Aca, membuat Aca meremang di buatnya.

Aca menggigit bibirnya kemudian mengangguk pelan dan menutup matanya karena merasa malu. Pipinya begitu merah, Marel tersenyum melihatnya kemudian mengecup singkat bibir Aca.

Dan pelan-pelan kejantanan Marel yang sudah menegang dan basah sejak tadi, ia gesekkan perlahan ujungnya di bibir vagina Aca, kemudian Marel lebarkan kaki Aca agar akses masuk kedalam lubang vagina yang begitu merah merona itu sangat mudah.

“Sekarang ya Ca” Aca hanya mampu menelan ludahnya sendiri tanpa mengucapkan apapun.

Marel segera menempelkan kan ujung penisnya pada liang vagina milik Aca, dan mulai perlahan membawa masuk penisnya ke dalam milik Aca. Seketika Aca merasakan rasa sakit, perih serta nyeri yang begitu hebat. Aca mendongakkan kepalanya dan meremas punggung milik Marel dengan kuat.

“Akhhh— Rel”

“Sakit Ca? Mau berhenti aja?”

Penisnya belum Marel gerakkan sama sekali di dalam sana, melihat Aca yang merintih kesakitan ia menjadi tidak tega. Namun Aca menggeleng dan menyuruh Marel untuk melanjutkan aktivitasnya.

Marel mengusap peluh yang keluar dari kening Aca dan mengecup bibir ranum Aca untuk mengalihkan fokusnya. Dan mulai menggerakkan penisnya perlahan hingga menyentuh titik paling sensitif milik Aca. Hingga desahan demi desahan keluar dari bibir Aca semakin keras menggaung memenuhi kamar apartemen milik Aca.

“Ahhh….Ahh...Ssst…..Ahhhh”

Aca merangkul erat tubuh Marel di atasnya. Rasa sakit yang begitu menyengat di bawah sana ia salurkan dengan meremas dan mencakar lengan serta punggung Marel.

“Masih sakit Ca?” Tanya Marel sambil tersenyum melihat Aca yang sudah berantakan. Aca menggeleng di bawah kendali Marel seutuhnya.

Marel menggerakkan pinggulnya pelan dan kemudian menambah tempo gerakannya sedikit lebih cepat. Rasa sakit di awal perlahan menjadi rasa nikmat yang Aca rasakan. Suara rintihan berubah menjadi desahan yang terus keluar dari bibir Aca begitu candu bagi Marel.

Vagina Aca mulai tampak mengetat dan berkedut, Marel tahu Aca akan segera mencapai pelepasannya. Hal itu membuat Marel terus menambah tempo gerakan pinggulnya dan menghentak vagina Aca begitu keras hingga sesekali mengenai titik sensitifnya. Suara pertautan yang terjadi di bawah sana bersahutan dengan suara desahan dari bibir Aca. Hingga hentakan entah yang keberapa Aca akhirnya mencapai titik orgasm-nya bersamaan dengan sperma Marel yang menyembur begitu hangat di dalam sana.

Cairan keduanya mengalir di sela paha milik Aca, keduanya kemudian menetralkan nafas yang sempat memburu.

“I love you, Ca” Ucap Marel kemudian sambil mengecup kening dan bibir Aca singkat. Marel merebahkan dirinya di samping Aca kemudian.

“Mau kamu atau aku yang mandi duluan?” Tanya Marel. “Apa mau mandi bareng?”

“MAREL” Aca yang wajahnya sudah memerah segera beranjak dari kasurnya dan berjalan meninggalkan Marel seorang diri, lalu masuk ke kamar mandi dengan menahan rasa nyeri dan perih di bawah sana. Marel hanya tersenyum melihat tingkah laku Aca.