**First Time In the Car

Acara yang dilakukan dalam rangka penyambutan beberapa karyawan baru oleh divisi pemasaran di salah satu restoran terjadi begitu membosan bagi Galen sebagai pengganti ketua divisi pemasaran yang baru.

Setelah berbincang secara singkat Galen memilih untuk membiarkan anak buah barunya untuk menikmati makanannya, dan dirinya melangkah keluar restoran untuk sekedar mencari udara segar.

Pemindah tugasan Galen di kantor barunya, cukup membuatnya pusing pasalnya dirinya juga harus pindah dari apartemen nya yang lama, sehingga banyak menguras tenaganya.

Saat sudah berada di luar restoran netranya menangkap sosok perempuan dengan satu batang nikotin diapit mulutnya yang belum terbakar, sedangkan tangannya sibuk mencari sesuatu di dalam saku celananya.

Galen mendekat lalu menyalakan sebuah pemantik tepat di depan batang nikotin milik perempuan itu.

“Kamu cari ini kan?” Tanya Galen kemudian mematikan pemantik api miliknya yang sudah membakar batang nikotin milik perempuan tersebut.

“Pak Galen, kenapa bapak di luar? maaf pak saya malah di sini” Ucap perempuan itu.

“Tidak apa-apa lagipula di dalam membosankan”

“Bapak mau ngerokok juga? tapi maaf pak rokok saya tinggal ini saja.”

“Tidak usah, saya lagi tidak ingin merokok” perempuan itu hanya mengangguk sambil menyesap kemudian mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya.

Keduanya terdiam tak ada yang mengeluarkan suara, hanya asap nikotin dari si perempuan yang begitu menikmati rokok terakhirnya itu.

“Nama kamu siapa?” akhirnya Galen mencoba membuka suara dan menanyakan beberapa hal sekadar untuk basa-basi menghilangkan kecanggungan.

“Kanaya, panggil Naya saja pak” Jawabnya sambil menjatuhkan lalu menginjak sisa batang nikotin yang sudah sangat pendek dengan kaki jenjangnya. “Bapak gak masuk?” Tanya Naya kemudian.

“Memangnya kenapa? nanti saja.”

“Ohh, saya mau ke indomaret depan pak. Mau beli rokok masih sepet mulut saya.”

“Kamu mau yang lain gak?”

“Maksud bapak?” Tanya Naya heran.

“Mau yang lain gak, biar mulut kamu gak sepet. Saya punya, tapi bukan rokok.” Naya mengernyitkan dahinya bingung dengan ucapan Galen. “Kamu tinggal jawab mau apa enggak?”

“Boleh deh pak” Jawab Naya seadanya.

“Kalau begitu kamu ikut saya.” Galen menarik lengan Naya untuk di bawanya ke arah basement tempatnya memarkirkan mobil. Menyuruh Naya untuk duduk di bangku depan dan dirinya kemudian duduk di sebelahnya.

Naya yang bingung dengan tindakan Galen padanya, menatap Galen di sebelahnya penuh selidik. Ketika pintu mobil milik Galen sudah sepenuhnya tertutup, Galen mengalihkan pandangannya kepada Naya yang sedari tadi menatapnya.

Pandangan keduanya bertemu, bola mata keduanya saling beradu lalu kemudian saling mengunci. Diraihnya tengkuk milik Naya oleh Galen. Dengan gerakan yang begitu gesit Galen melumat bibir ranum milik Naya.

Naya terlonjak kaget kemudian mendorong bahu Galen untuk menjauh.

“Kenapa Nay?”

“Tapi pak—Mmphh” belum selesai Naya bicara, Galen kembali menarik tengkuk Naya, dan menyatukan bibirnya kembali. Dilumatnya pelan bibir ranum itu oleh Galen. Hingga membuat Naya mengeluarkan desahan-desahan kecil dari bibirnya.

Ketika Naya sudah mulai mengimbangi ciuman milik Galen, tiba-tiba saja Galen melepas pagutan itu dan membuat Naya berdecak sebal.

“Kamu tunggu dulu sini ya Nay, saya pamit dulu ke yang lain. Jangan kemana-mana saya akan balik cepet.” Galen mengecup singkat bibir Naya kemudian pergi untuk masuk kembali ke dalam restoran.

Naya kesal karena dirinya sudah sangat menikmati lumatan yang diberikan Galen, tapi tiba-tiba saja di tinggal begitu saja. Naya sebenarnya tidak menyangka bahwa atasan barunya itu begitu menarik perhatiannya. Bahkan hanya untuk ciuman berikutnya Naya rela untuk menunggunya.

Lima belas menit berlalu, Galen kembali masuk ke dalam mobilnya dan Naya masih menunggunya. Naya yang merasa kesal sebelumnya, kini bertindak agresif dengan menarik Galen dan kembali menyatukan pagutan yang tadinya belum terselesaikan. Naya meraih bibir Galen dengan rakus, namun Galen melepas pagutan itu.

“Kenapa lagi pak? tadi bapak yang nawarin saya.”

Galen tersenyum tipis, melihat Naya yang terlihat lebih agresif darinya. Padahal mereka baru saja bertemu, Naya sudah sangat menggodanya.

“Jangan di sini Naya, kita pergi dulu dari sini ya?” Naya hanya mengangguk, lantas Galen membawa kemudinya keluar dari parkiran restoran.

Galen melirik Naya sekilas, bisa dilihat bahwa wajah Naya kini berubah sendu. Melihat itu Galen mengarahkan tangan sebelah kirinya mengelus pelan pipi Naya, kemudian memasukkan jari tengahnya ke dalam mulut Naya.

“Isep Nay” Dengan lembut Naya menyesap jari tengah milik Galen, hingga jari itu basah.

Tak sampai situ tangan Galen mengelus paha putih mulus milik Naya yang terekspos di depan mata Galen. Naya yang merasakan itu mengeluarkan lenguhan kecil.

Tangan Galen terus bergerilya masuk ke dalam dress pendek milik Naya, hingga drees tersebut tersingkap dan menampilkan celana dalam hitam yang menutupi kehormatan milik Kanaya.

Tangan Galen menemukan dua gundukan milik Kanaya yang ternyata tidak dilapisi sesuatu apapun. Diremasnya pelan salah satu gundukan itu hingga Naya mendesah yang membuat Galen semakin bersemangat.

“Akhh”

Pandangan Galen yang terfokus pada jalanan, tidak bisa melihat wajah berantakan Naya akibat sentuhannya. Naya menggelinjang dan menggigit bibir bawahnya saat Galen meremas payudaranya.

Mendengar desahan yang terus keluar dari mulut Kanaya, membuat Galen sudah bisa menahan nafsunya yang sudah begitu tinggi. Dibantingnya setir mobil itu di jalanan yang begitu sepi, injakan rem yang begitu mendadak membuat kepala Kanaya hampir terbentur kaca pintu mobil.

“Naya saya sudah tidak kuat, di sini saja tidak apa-apa kan?” Anggukan dari Naya lantas membuat Galen menyuruh Naya untuk pindah ke kursi belakang. Dan Galen melucuti dress yang digunakan Naya. Kini Naya hanya menyisakan celana dalamnya saja.

Tangan Naya juga bergerak untuk membantu melepas kemeja serta celana milik Galen. Suasana di dalam mobil Galen terasa semakin panas.

Kedua tangan Naya di tarik ke atas kepala dengan satu tangan Galen. Di bawah kungkungan Galen Kanaya sudah bisa bergerak sama sekali. Bibir Galen mngecup manis mulai dari kening Kanaya, lalu turun ke pucuk hidung mancung, kemudian turun lagi ke bibir ranum yang begitu merah merekah. Dilumatnya bibir itu lembut.

Lenguhan dari bibir Kanaya terus menguar memenuhi mobil milik Galen. Lumatan yang lembut sudah mulai tergantikan dengan pagutan penuh tuntutan, Galen absen semua hal yang ada di mulut Kanaya. Lidah mereka saling berkaitan dan bertukar saliva. Tangan Galen juga sibuk memilin puting Kanaya yang sudah mengeras.

Kanaya dibuat makin menggila tak kala bibir Galen turun di perpotongan leher miliknya.

“Ahhh...Ahhhh...pak..” Suara desahan Kanaya benar-benar mengisi penuh ruangan mobil Galen. Dan Galen begitu menyukai suara itu, hingga membuatnya tidak ingin berhenti untuk menyentuh setiap inci tubuh Kanaya.

“Desahin nama saya Naya, tidak perlu dengan pak. Galen saja” Perintah Galen pada Kanaya.

Galen tersenyum puas kala melihat banyak tanda kepemilikan yang dibuatnya di leher Kanaya. Kini bibirnya telah berpindah turun ke area payudara sintal milik Kayana.

Kedua payudara itu di raup rakus oleh mulut dan tangan Galen, membuat Kanaya menggelinjang dan membusungkan dadanya.

“Ahhh… Teruskan Galen, Enak banget” Kanaya mendesah serta berceloteh merasakan kenikmatan yang dirasakan akibat sentuhan Galen.

Galen goda payudara Kanaya dengan lidahnya yang menjilati sekitar putingnya yang sudah mengeras, Kanaya dibuat pusing dengan nya.

“Isep Galen” Kanaya yang sudah tidak tahan membusungkan dadanya dan menekan kepala Galen untuk menghisap payudaranya yang begitu tegang.

Mulutnya Sibuk menghisap payudara Kanaya, tangan Galen turun ke bawah untuk meraba daerah kewanitaan Kanaya yang masih terbungkus rapi. Dirabanya dari luar, dan celana dalam Kanaya sudah sangat basah.

“Ahhh… Sssst….Ahhhh” Desahan yang begitu menggoda masuk ke telinga Galen saat dirinya menggesekkan jarinya dari luar celana dalam.

“Kamu sudah sangat basah dibawah sana Kanaya” Yang diajak bicara hanya menggit bibir bawahnya. Galen segera melepas celana dalam milik Kanaya. Saat tangan Galen hendak menyentuk liang Vagina itu Kanaya menahan tangan Galen.

“Saya belum pernah sampai sejauh itu pak” Ucapnya pelan pada Galen, tapi tidak berani menatap wajahnya. Kanaya terlalu malu.

“Kalau begitu harus kamu coba, saya akan pelan-pelan Kanaya.” Galen mencoba meyakinkan Kanaya. Dan hanya anggukan respon yang diberikan oleh Kanaya. Itu saja sudah cukup bagi Galen.

Pelan-pelan Galen usap lubang kewanitaan Kanaya dan di tekan-tekannya klistorisnya. Kanaya menggeliat di buatnya. Jari tengah Galen arahkan ke mulut Kanaya agar dibasahi dengan salivanya. Setelah dihisap dan basah Galen bawa jari tengah lubang vagina milik Kanaya. Perlahan Galen masukkan jari itu ke dalam lubang milik Kanaya.

“Akhhh sa-kit Galen” Kanaya memikik merasakan perih dan nyeri di bawah sana. Galen yang melihatnya langsung melumat bibir Kanaya untuk mengaburkan fokus Kanaya.

“Saya tambah lagi ya?” Tanya Galen di sela-sela lumatannya.

“Pelan-pelan ya”

“Iya” Galen menambahkan satu jari lagi masuk ke dalam lubang vagina Kanaya tanpa melepas pagutan mereka, agar Kanaya tak terlalu merasakan perih di bawah sana. “Aku gerakin ya?” Galen kembali meminta persetujuan dari Kanaya. Kanaya mengangguk.

Galen menggerakkan jarinya begitu pelan, meski begitu Kanaya bisa merasakan begitu nyeri. Hingga menggores punggung Galen dengan kuku jarinya. Galen terus mengocok lubang itu dengan dua jarinya.

“Akhhh, Galen…”

“Masih sakit gak?” Tanya Galen saat melepas pagutan mereka. Kanaya menggeleng pertanda bahwa Galen bisa menambah tempo kocokannya.

“Ahhhh….Galen….Ssstt...Ahhhh”

“Terus Naya, terus desahin nama saya”

Penis Galen sudah menegang di dalam celana dalamnya. Dilepasnya celana itu, dan menampakkan penisnya yang besar dan panjang. Kanaya dibuat melongo melihat kejantanan milik Galen yang sudah begitu tegak.

“Tenang saja Naya, saya akan pelan-pelan” Merasa Kanaya ketakutan dengan penisnya, Galen menenangkannya. Dari laci dasbor depan mobilnya Galen ambil kondom yang tersimpan di sana. Dipakaikan pada kejantanannya, sebelum melesak masuk ke dalam liang surgawi milik Kanaya.

Dilebarkan kaki Kanaya oleh Galen, agar mempermudah akses penisnya untuk masuk nantinya. Digesekkan perlahan ujung penis Galen pada lubang milik Kanaya. Kanaya mendongakkan kepalanya, dia benar-benar dibuat berantakan oleh Galen malam ini.

Pelan-pelan Galen mulai melesakkan penisnya masuk kedalam lubng vagina milik Kanaya. Belum seutuhnya masuk Kanaya sudah memekik kesakitan, tubuhnya serasa dibelah menjadi dua.

“AKHHH…..GALEN” Sambil menarik rambut Galen begitu kuat.

Galen usap pipi Kanaya, diusapnya juga keringat yang keluar bercucuran di wajah Kanaya.

“Kanaya, lihat saya” Kanaya menatap lamat Galen dengan nafasnya yang tidak beraturan. “Relax Kanaya” Dilumatnya kembali bibir Kanaya sambil perlahan memasukkan yang di bawah sana agar masuk sempurna ke dalam lubang milik Kanaya. Kanaya menyalurkan rasa sakitnya lewat tangan yang meremas dan mencakar punggung milik Galen.

Setelah masuk seutuhnya, Galen perlahan menggerakkan penisnya maju mundur hingga suara desahan nikmat yang keluar dari mulut Kanaya. Galen terus menambah tempo pergerakannya hingga suara decakan pertemuan kulit itu begitu mendominasi.

Galen angkat tubuh Kanaya untuk berada di atasnya yang duduk. Galen gerakkan pinggul Kanaya naik turun. Kanaya bisa merasakan suatu kenikmatan yang begitu hebat ketika penis Galen sesekali menyentuh titik sensitifnya.

“Ahhh….Ahhhh...Ahhhh” Suara desahan di keluarkan Kanaya seolah tanpa jeda dan menambah semangat bagi Galen untuk terus menggenjot Kanaya.

Lubang Kanaya dirasakan Galen sudah sangat mengetat dan mengeras, pertanda bahwa Kanaya akan segera mencapai pencapaiannya. Galen terus menambah tempo gerakannya. Benar saja, dengan tiga kali hentakan Kanaya mencapai pelepasannya. Bersamaan dengan sperma Galen yang menyembur di dalam kondom kondomnya.

Cairan yang mengalir di paha milik Kanaya di jilat habis oleh Galen, hingga membuat Kanaya bergidik dibuatnya.

“Terima kasih Kanaya” Galen mengecup singkat bibir Kanaya hingga membuat wajah Kanaya memerah dibuatnya.

“Mau dilanjut di sini apa di apartemen saya Kanaya?” Nampaknya satu ronde belum cukup bagi Galen.

Biarlah mereka melanjutkan entah tetap berada di mobil milik Galen atau apartemen milik Galen. Karena memang Galen akan siap jika harus melakukannya hingga pagi, tergantung Kanaya nantinya.


©makaricks