It's First Time


cw : mature content 🔞

Hawa dingin malam yang semakin menusuk pertanda bahwa malam sudah semakin petang. Jam dinding yang terpatri dan menggantung di atas televisi sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

Di ruang tengah ini, aku sengaja menunggu Raka—suamiku yang belum pulang dari kerjanya. Sepertinya hari ini dia sedang lembur hingga sudah larut malam begini belum kunjung pulang.

Usia pernikahan ku dengan Raka baru saja memasuki bulan ke dua. Sudah dua bulan kita tinggal bersama di apartemen milik Raka. Sudah dua bulan pula semenjak kita mengikrarkan janji suci kita di depan orang tua dan para kerabat. Serta dua bulan sudah sejak menikah kami belum sama sekali melakukan hubungan intim layaknya suami istri.

Bukan Raka yang tidak mencintaiku. Justru aku tahu dia begitu mencintaiku, hingga untuk melakukan itu Raka butuh kesiapan diriku, yang entah sampai saat ini aku belum bisa mengizinkan Raka melakukan itu padaku.

Karena suatu alasan yang Raka juga tahu, aku selalu menolak saat Raka beberapa kali meminta akan hal itu. Dan berakhir dengan kata 'maaf' dariku.

Aku tahu Raka sudah susah payah menahan dirinya selama ini. Tapi Raka tak pernah sekalipun menuntunku, dia selalu mengatakan 'tidak apa-apa' padahal jelas-jelas air mukanya mengatakan bahwa dirinya kecewa.

Lantas apakah aku sendiri tidak kecewa?, tentu saja. Aku bahkan merasa lebih kecewa, aku merasa tidak bisa menjadi istri yang baik bagi Raka.

Pernikahan kami masih begitu muda, Raka masih bisa menerima itu dan mencintai ku. Lalu bagaimana dengan bulan dan tahun-tahun selanjutnya?. Apakah aku akan terus menjadi seorang istri yang gagal seperti ini? akankah Raka bersedia untuk terus bersamaku jika aku terus bersikap seperti ini?.

Tepat pukul sebelas lewat lima belas menit, aku mendengar seseorang memasuki unit apartemen. Benar, itu Raka yang baru saja pulang bekerja dengan wajah lesu yang mendominasinya. Raka lantas tersenyum tipis saat melihatku dan mengecup singkat keningku.

“Kamu kenapa gak tidur dulu sayang? Aku udah chat kamu loh bakalan lembur” protes Raka padaku yang masih terjaga menunggu nya pulang.

“Aku gak bisa tidur, kalo kamu belum pulang.”

Raka meletakkan tas miliknya di atas nakas, di lepasnya jas serta dasi yang sudah longgar. Raka lantas membaringkan tubuh lelahnya di atas kedua pahaku sebagai bantalan, mukanya ia sembunyikan menghadap perutku, tangannya ia lingkarkan pada pinggangku.

“Kayak gini dulu ya, aku capek.” keluhnya padaku, rambut hitam legam miliknya ku sugar, sesekali punggungnya kuusap perlahan guna mengalirkan rasa nyaman.

Lima belas menit berlalu Raka terbangun dari tidur singkatnya.

“Mandi dulu ya? udah aku siapin air angetnya” Raka hanya mengangguk lantas berdiri dan mengecup singkat bibirku sebelum beranjak pergi untuk membasuh diri.

Raka keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan rambut basahnya. Tubuhnya hanya berbalut handuk dari perut hingga bawah lutut.

Aku yang sedang menyiapkan pakaian untuknya, merasakan tangan yang mulai melingkari perutku dari belakang. Raka meletakkan kepalanya pada ceruk leherku, bisa kurasakan hembusan nafasnya yang menyapa leher jenjangku.

Tangan dingin itu justru memberikan rengkuhan yang begitu hangat, kecupan-kecupan ringan dari bibir manisnya pada leherku membuat bulu kudukku seketika meremang.

Jemari Raka mulai menyusup ke dalam kaos yang menyelimuti tubuhku. Tangannya memberikan sentuhan yang menggelitik luar biasa, seakan jutaan kupu-kupu tengah bersarang di dalam perutku.

Tanpa sadar lenguhan pelan keluar dari mulutku akibat dari cumbuan itu. “Ahhh”

Raka membawa tubuhku untuk berbalik menghadapnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajahku. Disisihkan nya rambut yang menghalangi wajahku dan diselipkannya ke belakang telingaku..

“can we do it?, it's okay if you're not ready”

Degup jantungku seolah berpacu kala mendengar kalimat itu keluar dari bibir Raka. Aku terdiam, Mulutku sama sekali tak mampu menjawab.

Raka melihat perubahan air mukaku berubah sendu. “it's okay sayang, next time if you're really fine” dikatakannya dengan mengelus lembut pipiku.

Aku sibuk berkecamuk dengan pikiranku sendiri, banyak hal seolah singgah di benakku. Tapi, rasa takut yang biasa mendominasi kini seolah mulai terkikis. Perasaan berani mulai muncul ke permukaan.

'Apakah hari ini adalah hari itu?' 'Apakah aku bisa?' 'Setidaknya aku harus mulai mencobanya'

Raka hendak memakai kaos yang sudah kusiapkan. Tapi, sebelum kaos itu membungkus tubuhnya aku terlebih dulu merengkuh tubuhnya dari belakang. Ia pun berbalik lantas menatapku.

“I want Rak, but please do it slowly”

“I won't treat you like those bastards 20 years ago, sayang”

Bibir kami lantas bertemu, berpagut dalam satu tautan mesra. Kusambut perlahan bibir manis Raka yang melumat dengan penuh hati-hati bibirku yang memberikan rasa candu.

Lumatan demi lumatan yang dilakukan Raka begitu lembut. Kedua tangannya sibuk melucuti pakaianku, lalu tubuh polosku direbahkan di atas ranjang, ditindihnya lalu ia berikan kecupan-kecupan manis pada bibirku. Kemudian menciumi leherku, menyesapnya hingga meninggalkan bekas kemerahan.

Tubuhku melengkung tatkala tangan Raka mulai menggerayangi payudaraku. Diremasnya pelan dua gundukan itu secara bergantian membuat ku menggeliat frustasi.

Raka memberiku rangsangan yang begitu hebat. Diremas serta sesekali dimainkannya puting payudaraku yang sudah begitu mengeras. Sesekali ia gigit puting yang begitu memerah itu.

Aku dibuatnya menggila dengan setiap sentuhan yang Raka berikan, setiap sentuhannya begitu lembut. Hingga hanya lenguhan dan desahan namanya yang menguar dari mulutku di dalam ruang kamar kami.

“Ahhh…..Raka”

“Ssst….Ahhh….Ahhh”

Mulut Raka bergerak semakin rakus, ia jilati puncak payudaraku, dipermainkan dengan lidahnya yang begitu lihai. Dilahapnya dengan mulutnya secara bergantian. Hingga membuatku menggelinjang hebat.

Lalu perlahan bisa kurasakan tangan Raka mulai merambat turun ke bawah, meraba milik ku yang sudah sangat basah. Menyapa klitorisku dengan jemarinya secara perlahan. Hingga membuat wajahku memerah tersipu.

“Nngghh Rak”

Raka memasukkan satu jarinya ke dalam liang vagina ku, aku tersentak hingga tanganku meremas sprei akibat rasa nyeri yang hadir di bawah sana.

Peluh keluar membasahi tubuh kami, Raka usap pipiku lembut serta ditariknya ke belakang telingaku beberapa anak rambut di wajahku. Ia tatap lamat kedua netraku kemudian mendaratkan kecupan pada bibirku, lalu menjadi lumatan yang berbeda, dimana sedikit lebih menuntut dari permulaan.

Lidahnya menerobos masuk dan mengeksplor tiap bagian dalam mulutku, saling bertaut dan bertukar saliva.

Ia lumat bibirku guna mengaburkan rasa sakit di bawah sana. Mulai digerakkan jari tengah yang menancap di bawah sana perlahan. Aku mendesah ringan di tengah pagutan ketika pergerakan itu mulai menjalarkan rasa nikmat.

“Ahhh…..Nggghh”

Kini sudah dua jari yang bersarang di bawah sana, jari itu Raka gerakkan dengan begitu lihai, tempo gerakan semakin ditambah kala desahan-desahan yang keluar dari bibirku semakin kencang.

Di bawah sana milikku mulai berkedut dan mengetat, hingga akhirnya aku mendapat pelepasan pertamaku. Cairan itu membasahi kedua jari Raka dan mengalir di antara pahaku.

Raka yang masih berbalut handuk segera melepaskannya ketika merasakan miliknya yang sudah menegang di bawah sana. Aku menegang tatkala melihat penis milik Raka yang panjang dan besar serta berdiri tegak membuatku bergidik merinding dan menutup mataku setelahnya.

Gesekan ujung penis Raka bisa aku rasakan pada bibir liang vaginaku. Aku mencengkram kuat punggung Raka ketika penisnya mulai merangsek memasuki liang vaginaku.

Penis Raka teras begitu penuh di bawah sana, kakiku secara otomatis kubuka lebar untuk memberikan akses mudah untuk Raka bergerak.

Raka gerakkan penisnya perlahan, agar aku tak merasakan sakit luar biasa di bawah sana. Tubuhku melengkung, mulutku tak habis meracau dan mendesah ketika gerakan Raka yang semakin menambah tempo kocokannya.

“Ahhh...fas..ter...Rak”

Suara gesekan peraduan kulit saling bersahutan dengan suara desahan dari mulutku serta Raka. Hentakan yang Raka berikan beberapa kali menyentuh titik sensitif milikku. Hingga rasanya sangat mengetat dan mencengkram penis milik Raka.

Raka semakin menambah tempo gerakannya saat merasakan kita berdua hampir memperoleh klimaks, hentakan yang begitu keras membuat kita mengeluarkan cairan secara bersamaan, cairan Raka memenuhi vaginaku, hal itu mampu membuat tubuhku bergetar dan kedua kakiku lemas seketika.

“Thank you sayang, I love you”

Bisikan Raka di telingaku membuat tubuhku meremang, Raka lepas miliknya di bawah sana dan merebahkan dirinya di samping tubuhku. Kita mengatur nafas masing-masing.

“It's fine sayang, you are really fine”

Air mataku tiba-tiba saja menggenang mendengar kalimat itu, dan seketika jatuh membasahi pipiku tatkala Raka membawa tubuh polosku masuk kedalam pelukannya.

“I am Rak?”

Raka mengusap pelan punggungku, memberikan rasa nyaman serta seolah mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.