jelita di sudut bar
Segara Prisma Aji hanya anak tunggal yang berusaha penuhi tiap pinta dari dua insan yang terlampau ia hormati.
Ketika pinta tak kunjung dituruti, maka tanya serta sindir terus mereka beri, menggempur pening kepala tiap hari.
Yang diminta kali ini, entah kenapa sulit sekali. Segara dibuat buntu berkali-kali.
Kelewat sibuk penuhi berbagai yang namanya ekspektasi, Segara lupa akan yang satu ini. Ternyata mereka juga ingin.
Perihal dunia percintaan Segara memang sangat lemah. Meski tampang rupawan nan berdompet tebal, nyatanya tangannya kosong tanpa gandengan.
Pun wanita mana yang tak terpikat akan sosok seorang Segara, tampaknya tak ada—Semua yang melihat rupa elok penuh ketegasan miliknya, tak luput dari kata memuja.
Banyak pula yang terang-terangan mendekatinya, dari kalangan model, aktris serta teman kerjanya.
Lantas kenapa?
Jawabannya, hanya saja Segara abai dan tak pernah peka akan tiap aksi para si wanita.
Saat buntu lagi-lagi mendera, maka Segara hanya bisa sedikit keluar dari jalur yang telah disusun apik kedua orang tuanya.
Seperti saat ini, lewat menenggak gelas demi gelas cairan vodka bersama dua teman dekatnya di salah satu club and bar di kawasan jakarta Selatan. Agar sejenak melupakan bising nyaring di kepalanya, serta berbagai titah sang orang tua.
Toleransinya akan alkohol begitu tinggi, meski jarang mengonsumsi. Karena itu, meski telah mengosongkan satu botol vodka, Segara masih mampu menguasai kesadarannya.
Layaknya seorang gadis dengan balutan dress merah maroon di sudut bar yang netranya masih bisa tangkap begitu jelas. Garis lengkung yang terbentuk pada bibir gadis itu tampak begitu sempurna baginya.
Cantik.
Dari sekian banyak jelita yang sempat ada pada radarnya, baru kali ini Segara mau merapal kata penuh damba akan eksistensi seorang jelita.
Hipnotis seolah mencengkram daksa Segara, terlihat dari kedua bola mata yang tak lepas dari obsidian sang jelita di ujung sana.
Dengan segala afirmasi yang ada, Segara jemput peruntungannya akan gadis cantik si pemilik senyum sempurna di sudut bar, berbekal vodka dengan segel utuhnya.
Membawa botol vodka keduanya, Segara meninggalkan table miliknya dan dua kawannya yang entah sudah berada dimana.
“Just one glass of red wine?” pertanyaan retorik Segara layangkan tepat saat sang gadis sedang menyesap gelas berisikan wine.
“Yeah, just having one.” Jawaban diberikan sang gadis tanpa penasaran akan rupa sosok sang penanya. Yang kini duduk di sebelahnya, dengan mata sarat akan memuja paras ayu miliknya.
Segara tengah dibuat mabuk oleh satu botol vodka serta garis lekuk indah objek di depannya. Indra penglihatannya tak lepas dari tiap gerak-gerik sang jelita.
“Want to help me?”
Botol vodka di tangannya, mendarat di meja bar. Segara tawarkan pada sang jelita untuk membantu menenggaknya, berharap jadi ajang saling mengenal.
Tawaran Segara nyatanya mampu buat si jelita menoleh. Sisa wine di gelasnya dia habiskan dalam satu tenggak.
“Sure.” Gelas kosong disodorkan, minta diisi dengan yang ditawarkan. Maka, buru-buru Segara tuangkan, bersamaan rona senang karena tawarannya diiyakan.
Belum ada lagi percakapan diciptakan. hanya komunikasi lewat cairan vodka yang saling dituangkan. Hingga dering ponsel Segara rasakan di saku celananya.
Saling pandang terjadi saat sebuah kartu terjatuh dari saku Segara, ketika berusaha meraih ponselnya.
keycard room
Shit. Segara dibuat menegang sekujur tubuhnya. Hingga melupakan ponsel di genggaman yang tak lagi bersuara.
Tolong ingatkan Segara nanti untuk memutus pertemanannya dengan dua orang yang datang bersamanya hari ini, yang dengan sengaja memasukkan keycard room di sakunya, tanpa izin darinya.
“Do i have to help this too?” tanya si gadis dengan keycard room di tangannya, karena sang pemilik tak kunjung memungutnya.
—makaricks, 2022 🌷