Joki

“Widih, emang bener ya kata orang anak fh tuh ganteng-ganteng.”

Malvian menyapa Chris, pacarnya yang merupakan mahasiswa fakultas hukum. Senior pendampingnya saat masa orientasi mahasiswa baru.

“Siapa yang bilang begitu?, salah.”

Chris yang sudah menunggu Malvian di depan lobi kantor dosen, menimpali perkataan pacarnya yang baru datang itu.

“Jadi yang bener?”

“Yang ganteng cuma aku doang.”

Keduanya tertawa. Meskipun Malvian percaya dengan paras tampan pacarnya, tetapi secara spontan seolah ingin memuntahkan isi perutnya, ketika mendengar kalimat pacarnya yang begitu percaya diri.

“Udah kan?”

Malvian merubah eksperi wajahnya yang semula sumringah menjadi kesal mendengar pertanyaan yang keluar dari sang pacar.

“Buset, belum ada lima menit. Oh kamu kan nggak kangen sama aku. Yaudah sana!”

Malvian mendorong tubuh Chris menjauh darinya. Yang didorong hanya tersenyum kemudian menjauh meninggal Malvian yang masih berdiri dengan perasaan kesalnya.

Malvian menghela nafasnya dan melanjutkan rencananya untuk membawa tumpukan makalah ditangannya ke ruangan Pak Mahmud, dosen pengampu mata kuliah umum pancasila di kelasnya.

Ketika sampai dan mengetuk pintu ruangan Pak Mahmud, Malvian langsung diperintahkan untuk masuk ke ruangannya dan langsung melihat bahwa bukan hanya dirinya dan Pak Mahmud yang ada di dalam ruangan tersebut, tetapi dua mahasiswa lain yang berdiri di depan meja dosennya itu.

“Oh, Kamu.”

“Iya Pak, mau nganter makalah anak-anak presentasi besok.”

“Yasudah taro sini, saya koreksi sekalian. Tolong bantu saya dengerin mereka berdua lagi presentasi.”

Malvian dan dua mahasiswa lainnya tampak bingung, tapi Malvian jawab dengan kalimat menyanggupi perintah sang dosen. Ya karena nggak mungkin juga nolak perintah dosen kan.

“Kamu lanjutkan.” Perintah Pak Mahmud pada dua mahasiswa yang Malvian nggak tahu kenapa mereka harus presentasi langsung di ruang dosen.

Malvian mendengarkan salah satu dari keduanya yang terlihat lebih seperti membaca makalahnya tanpa tahu presentasi itu seperti apa. Malvian juga merasa tidak asing dengan sesuatu yang dibacanya.

Belum selesai dengan presentasinya yang sebenarnya cuma baca itu, Malvian menyela dengan memberikan pertanyaan kepada Pak Mahmud.

“Boleh, ngasih pertanyaan sekalian nggak Pak?”

“Silahkan, silahkan.” Jawab Pak Mahmud yang membuat dua orang di depan Malvian kebingungan.

“Anjing!” Umpatan lirih muncul dari salah satu dari dua orang yang Malvian sama sekali tidak kenal itu.

“Kalo gitu udah aja ya pak, langsung pertanyaan aja.” Uangkap satunya lagi.

“Kalo gitu, mau nanya apa kamu?.” Tanya Pak Mahmud pada Malvian.

“Gampang banget sih pak, sebutin daftar isi makalah kalian aja.”

“Apaan, pertanyaan yang jelas dong lo, kalo kaga punya pertanyaan berbobot nggak usah sok-sok an nanya dah lo.” Salah satu dari dua orang tersebut langsung tersulut emosi mendengar pertanyaan Malvian.

“Eriko diam dulu kamu.” Pak Mahmud berusaha menghentikan omongan tidak sopan dari salah satu dari mereka yang ternyata bernama Eriko.

“Oh, namanya Eriko.” Batin Malvian setelah mendengar nama itu disebut.

“Masa gitu aja nggak bisa pak, harusnya kalo ngerjain sendiri sih bisa ya, kayanya mereka pake joki deh pak. Wah parah sih.”

“Bener itu Eriko?”

“Enggak lah Pak, saya ngerjain sendiri sampe nggak tidur dua hari Pak.” Teman di sebelahnya malah menahan senyuman mendengar jawaban Eriko yang terlihat sangat dramatis dan terlihat sekali bohongnya.

“Kalo iya, coba dong jawab pertanyaan gue tadi. Bukannya barusan juga lo baca”

Sebelum Eriko semakin mendebat pertanyaan itu dengan jawaban yang makin nggak masuk akal, teman disebelahnya berpura-pura seperti orang penyakitan asma yang kabuh. Malvian paham betul kalo mereka cuma berakting tapi lain dengan Pak Mahmud yang tampaknya percaya saja.

“Waduh Pak temen saya asmanya kambuh, harus di bawa ke klinik cepet nih Pak.” Kata orang yang memiliki nama Eriko.

“Yasudah, cepet sana bawa temen kamu. Kamu juga bantuin itu.” Bahkan Malvian di suruh bantuin orang yang sebenarnya aktingnya pas-pasan itu.

Benar dugaan Malvian, saat sudah diluar ruangan Pak Mahmud mereka berdua kembali normal.

“Bangsat, lo siapa anjing. Kenal juga kaga.” Yang bernama Eriko langsung memprotes kejadian Malvian yang sengaja mengerjai mereka di ruangan tadi.

“Iya anjir, untung akting gue bagus kalo kaga udah abis lo sama Pak Mahmud Ko.” Yang satu lagi ikutan menyahuti perkataan Eriko.

“Masih aja songong lo, minimal tuh dibaca. Satu lagi, bayar monyet.”

“Bayar apaan?” Eriko tidak kalah nyolot, kenal aja enggak, ini tiba-tiba minta bayaran. Jelas Eriko makin kesal sama orang di depannya.

“Kenal aja kaga, dan gue nggak berasa pernah nyewa orang kaya lo dan kaga bakalan pernah, cuih.”

“Lo pikir yang ngerjain makalah 100 lembar yang nggak lo baca itu siapa? Bukannya bayar malah ngilang.”

“Eh gue udah bayar ya anjing!” Eriko tidak berhenti dengan suara lantangnya sambil memeriksa ponselnya untuk memperlihatkan bukti bahwa dirinya merasa sudah melakukan pembayaran.

Tapi seketika Eriko diam saat melihat ternyata dirinya tidak menemukan apapun, alias memang belum mentransfer sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya.

“Udah?” Malvian bertanya kembali dengan nada meremehkan.

“Perasaan udah gue bayar deh.”

“Kebanyakan bawa perasaan sih lo.”

“Chat lo aja sih yang kaga masuk chat penting di handphone gue, jadi ya sorry kalo gue lupa. Noh gue transfer.”

” Oke, lain kali langsung bayar.” Malvian langsung pergi meninggalkan keduanya.

“Kaga bakalan gue pake jasa lo lagi anjing.”