keycard room number 043

Mendiami sudut bar dengan satu gelas wine tampaknya membuatku larut dalam giat lamunan. Menghiraukan derap bising lantunan nada milik disc jockey yang memenuhi isi ruangan.

Hidup dengan label wanita karir gila kerja hanya karena haus validasi, seringkali kegiatan akhir pekan kuhabiskan dengan menenggak wine atau cairan memabukkan yang lain.

Dengan percaya kuakui bahwa aku memang haus akan validasi, sebab apa yang mati-matian ku lakukan seolah tak berarti. Katanya hanya hasil dari privilege yang tengah kumiliki; putri pemilik perusahaan.

Bukan mau menyangkal masalah privilege, tapi setidaknya bahwa ada waktu dan energi yang juga ku korbankan. Tolong sedikit bisa menghargai.

Tak jarang runguku terusik kala tak sengaja gunjingan digelar pada pantri kantor, entah siapa sang pelopor.

Lamunanku diusik oleh seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahku, yang kuyakini seorang pria tanpa harus memandangnya.

Saat usikan kedua, aku mencoba menelaah wajah seperti apa yang dia punya. Sampai berani mengusik acara minumku malam ini, dengan menawarkan sebotol vodka yang dimilikinya.

Goddam. mengapa ada makhluk begitu tampan di sini Tuhan.

Entah kenapa tanpa pikir panjang, sisa wine yang kupunya buru-buru ku tenggak habis, agar segera diisi vodka miliknya.

Sebaik itu Tuhan memang, aku yang sedang mendosa bisa-bisanya dikirimi salah satu makhluknya yang begitu rupawan.

Setampan itu memang, hingga aku tak berhenti merapalkanya kata puja meski tak lantang ku sampaikan.

Sekuat tenaga aku tahan, agar tak terus-terusan memandang wajahnya. Aku bisa dianggap gila nantinya.

Persetan akan tingkat toleran minumku yang rendah, aku terus mengiyakan tiap cairan yang dituangkan.

“Can i found out your name?”

“aren't things like that unimportant for a meeting like this?” bukankah benar, yang seperti ini tidak perlu adanya identitas.

Dia diam, mungkin setuju dengan apa yang kubilang barusan. Sampai ada getaran yang mengganggunya ternyata berasal dari ponsel di balik saku celananya.

keycard room yang turut jatuh dari sakunya berhasil mencuri perhatianku, hingga kami saling pandang.

Aku yang sudah di bawah pengaruh cairan memabukkan, buru-buru terlebih dulu mengaisnya.

“Do i have to help this too?” pertanyaan kulayangkan, karena jelas bukan dengan keycard room yang dibawa dia tak hanya butuh sekedar teman menghabiskan vodka miliknya.

Tapi dia malah tak menjawab, maka entah bagaimana justru aku pula yang menjawab. “Sure, after this one has finished”

Tak peduli akan dianggap wanita gampangan, karena kepalang mabuk akan paras dan cairan vodkanya.

“What's your name?” kini aku yang bertanya padanya, saat aku dan dia sudah berada di sebuah kamar bernomor 043, dengan tangan yang sudah menggantung pada lehernya.

“Didn't you say earlier it wasn't important.”

“No, your name is important this time, I have to moan your name right?”

Ah Shit, tingkat mabuk ku dibuat semakin tinggi hanya karena senyum tipisnya.

“Gara, Segara.”

Kala bibirnya berhenti menyebut namanya, ku mulai lebih dulu sesi cumbu, lewat lumatan bibir yang kelewat candu. Dia biarkan aku menginvasi rongga mulutnya, serta tangan yang tak lepas membelai dada bidangnya.

Ada yang juga ku beri kecupan manis begitu dalam, yakni tahi lalat di bawah mata kanan miliknya. Tak luput pula bagian yang lainnya, karena aku tak mau menjadi merugi malam ini.

Saat rapat tubuh ku beri jarak, nafas yang beradu kian memburu. Aku hanya mau menandaskan gaun merahku, agar dia puas menyentuh tiap inci bagian kulitku.

Kubantu pula dia yang ingin mengikuti tubuh polos ku, menanggalkan kain yang menutup tubuh kekarnya. Bisa ku tebak bahwasanya dia tak pernah absen berolahraga, lewat tubuh berototnya.

Kini dia yang menjadi rakus akan bibir yang sebelumnya ku bubuhi gincu merah hati. Lenguhan tidak aku tahan, kubiarkan lolos sebagaimana mestinya.

Kubiarkan tubuhku meronta mengemis afeksi darinya, bukankah esok hari kami akan melupa.

Buah dadaku begitu menegang kala tangannya mampir dan membelai puncaknya. Tangan lihainya mampu membuatku kelimpungan saat memanjakan dua benda sintalku dengan tangan dan mulutnya. Hingga bibirku tak berhenti menyebut namanya di tengah desahan dan kata sarat akan penuh kenikmatan.

Namanya Segara, yang malam ini mampu membuatku seolah terbang layaknya menikmati surga di atas sana.

Segara namanya, yang malam ini tengah menjadi tuan akan pemilik tubuh polosku yang tak lagi putih bersih, karena diisi dengan ruam keunguan.

Pun jari dan organ pengecapnya yang menari di atas liang kewanitaan, mampu membuatku basah tak karuan.

Segara. Kalau bisa akan aku ingat namanya hingga sadarku kembali menyapa.

Jeritan akan aksinya yang membawa miliknya merangsek masuk pada pusat tubuhku di bawah sana, menjadi tanda bahwa sakitnya luar biasa perih.

Tampaknya sang tuan sedang khawatir, hingga tak berkutik. Yang di bawah sana dibiarkan saja tanpa pergerakan.

“Is it okay? atau mau berhenti saja.”

Gelengan segera ku berikan agar apa yang dilakukan segera dilanjutkan. “It's okay, I trust you Gara.”

Persatuan kulit di bawah sana begitu nikmat, gerakan dengan tempo yang sempurna mampu menumbuk area paling sensitif milikku di dalam sana berkali-kali.

Saling memburu sebuah pelepasan, kulebarkan lagi kakiku agar dia leluasa menumbuk kewanitaanku lebih dalam. Dan dia seolah paham, karena temponya dibuat semakin cepat.

“Fuck.”

Umpatan juga menjadi kata yang lolos dari bibir milik Gara, apalagi miliknya yang sudah semakin membengkak dan semakin terhimpit liang milikku.

“A-aaahhhh”

Desahan panjang serta kakiku yang bergetar menjadi akhir dari buruan, karena masing-masing dari kami telah mencapai sebuah pelepasan. Cairan hangat keluar bersamaan, miliknya memenuhi tiap dinding kewanitaanku, hingga meluber mengalir diantara kedua paha ku.

Setelah pergulatan penuh nafsu, dia yang telah membersihkan tiap bagian kulitku dan miliknya, kini merangkumku dalam sebuah rengkuhan hangat, hingga mata saling terpejam.

Tolong ingatkan aku bahwa namanya Segara, jikalau aku lupa.

—makaricks, 2022 🌷